Sungai Perak di Kubar Diduga Tercemar Limbah Perusahaan, Puluhan Ribu Ikan Ditemukan Mati, Dua Desa Ikut Terancam


bisque-mole-706934.hostingersite.com, Samarinda – Memasuki penghujung tahun, tentu kita akan dihadapkan dengan musim penghujan. Meski bagi sebagian orang hal ini merupakan berkah. Namun tidak bagi sebagian lainnya. Di sebuah aliran sungai di wilayah Kutai Barat (Kubar) tepatnya di Sungai Perak, Kecamatan Damai, warga harus ekstra berhati-hati kalau mau memanfaatkannya. Karena di saat seperti ini, diduga kuat limbah dari dua perusahaan besar yang berada di kawasan tersebut mengalirkan pembuangannya ke anak Sungai Kedang Pahu dan bermuara ke Sungai Mahakam.
Baca Juga: Bocah SD Ditemukan Mengambang di Parit Depan Sekolah Usai Larut Terbawa Banjir
Akibatnya, puluhan ribu ikan tewas. Dan ribuan ekor udang bernasib sama. Dua perusahaan itu adalah perusahaan sawit dan tambang. Namun belum diketahui secara pasti limbah yang mengalir itu milik perusahaan mana, karena pemerintah bergerak lambat.
Hal ini disampaikan Dones Husein ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Permai, Kecamatan Damai, Kabupaten Kubar saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya. Kepada awak media, ia menuturkan jika peristiwa ini sudah terjadi sejak 2015 silam. Sedangkan di tahun ini, kejadiannya pada Kamis 21 November lalu, sekitar pukul 07.00 Wita.
“Terjadinya kalau sudah masuk musim hujan. Sedangkan kalau kemarau baik-baik saja,” tuturnya.

Dari hasil temuannya bersama warga yang lain, Dones memperkirakan sekitar 10.000 ekor ikan berbagi jenis tewas di sepanjang aliran sungai. Tidak hanya ikan, ribuan ekor udang sungai pun turut terkena dampaknya.
Bahkan ia mengatakan telah menemukan seekor hewan amfibi berukuran cukup besar yang biasa dikenal Bidawang alias Labi-Labi yang juga tewas akibat peristiwa ini. Khawatir dengan kondisi ini, Dones coba bergerak cepat dengan memberikan laporan kepada Koramil, Polsek dan Kecamatan setempat. Namun sayang, pihak berwajib tidak memberikan tanggapannya secara serius.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika di bagian hulu sungai 90 persen masyarakat sangat menggantungkan kebutuhan hidupnya pada aliran air ini. Karena sungai telah tercemar, masyarakat akhirnya harus merogoh kocek untuk membeli bahan baku air bersih layak konsumsi, senilai Rp 7.500 per jeriken isi 20 liter.
“Untuk kebutuhan lainnya seperti mandi dan cucian kami masih menggunakan air sungai,” imbuhnya.
Sedangkan desa yang terdampak akibat pencemaran ini ialah Desa Permai tempat Dones bermukim dan Desa Besi yang merupakan tetangganya. Kendati demikian, Dones masih bersyukur karena sampai saat ini ia belum menemukan masyarakat yang terdampak kesehatannya akibat pencemaran yang tak kunjung mendapatkan penanganan serius dari pihak pemerintah setempat.
“Kemarin saya sudah membawa sampelnya ke kantor bupati. Kejadian ini hanya kepada tuhan yang belum saya laporkan,” keluhnya.
Dengan tegas Dones berharap agar pemerintah daerah maupun pihak berwajib jangan sampai diam dan seolah-olah menutup mata. Karena saat ini, ribuan penduduk kampung dari dua desa yang terdampak sekitar 40 persennya menggantungkan mata pencahariannya sebagai nelayan.
“Jangan mentang-mentang ini perusahaan besar,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kubar Ali Sadikin saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya telah turun kelapangan dan sedang mengumpulkan sejumlah sampel untuk dilakukan uji laboratorium.
“Selain ambil sampel airnya, juga membawa ikannya untuk diuji. Jadi airnya kita ambil di beberapa titik. Minimal lima titik di lokasi berbeda,” ucapnya.
Ali belum bisa memastikan apakah peristiwa matinya puluhan ribu binatang penghuni Sungai Perak karena pencemaran limbah pabrik. Karena bisa saja hal itu dikarenakan faktor alam lainnya seperti erosi tinggi misalnya.
Jika hasil uji laboratorium telah keluar, maka ke depannya akan mudah untuk mengetahui penyebab matinya puluhan ribu binatang di sungai tersebut. Kalau misalnya dikarenakan kegiatan tambang, kata Ali, itu ada parameter. Begitu pun jika dari kegiatan perkebunan sawit.
“Untuk sekarang saya minta maaf kami harus bersabar dulu. Karena tim masih di lapangan untuk sampling dan setelahnya kami tunggu hasil uji laboratorium,” pungkasnya. (*)
Penulis : Muhammad Upi
Editor: Yusuf Arafah