
Perjalanan hidup Saefuddin Zuhri tergolong tidak mudah. Lahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Perjalanan hidup Saefuddin Zuhri berliuk-liuk. Dari menjadi guru, montir bengkel, dan tukang ledeng. Hingga akhirnya garis hidup mengantarkannya ke kursi DPRD Kaltim.
bisque-mole-706934.hostingersite.com, Samarinda – Jalan hidup memang tidak ada yang tahu. Mungkin itu salah satu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan sosok salah satu anggota DPRD Kaltim, Saefuddin Zuhri.
Siapa yang akan menyangka, seorang anak kampung kelahiran Kediri, 2 November 1966 silam akan menjadi seorang wakil rakyat di Tanah Benua Etam, sebutan Kaltim. Mengawali karier sebagai seorang tukang pipa, tapak tilas bapak 3 anak ini tidak bisa dikatakan mudah.
Namun, pekerjaan itulah yang menandai jalan hidup seorang Saefuddin Zuhri hingga bisa menjadi seperti sekarang.
Merupakan anak ke 3 dari 6 bersaudara, cita-cita seorang Saefuddin Zuhri tidaklah terlalu muluk. Tidak menjadi pilot, dokter, ataupun tokoh kenamaan. Yang dia inginkan hanya menyandang gelar sarjana, dengan menempuh pendidikan S1.
Namun, pada tahun itu, tahun 1980-an, tampaknya keinginan Saefuddin Zuhri terlalu tinggi. Perekonomian keluarga yang tidak memadai membuat Saefuddin Zuhri harus memandang samar keinginan itu.
Jangankan hendak menempuh pendidikan di perguruan tinggi, selama masa SMA, Saefuddin harus bertahan dengan bekal beras 10 kilogram dan uang 25 perak dalam 1 bulan. Jika mengingat lagi hal itu, Saefuddin mengaku bekal tersebut tidaklah cukup.
Hidup dengan Ekonomi Sangat Terbatas
Namun Saefuddin tak mati akal. Agar bekal tersebut bertahan untuk 1 bulan, berbagai hal pun dilakukannya. Walaupun dengan menjadi tukang masak di asrama, dengan kesepakatan ikut makan dari masakan yang bahannya berasal dari teman lainnya.
Sekolah sambil bekerja sesungguhnya telah Saefuddin lakukan bahkan sejak masih bocah. Sungai dan hutan tempatnya mencari ikan atau kayu bakar, menjadi saksi bisu perjuangannya demi menamatkan pendidikan.
“Saat itu benar-benar memprihatinkan,” kenang lulusan SMP Madrasah Syanawiyah ini kala berbagi cerita kepada bisque-mole-706934.hostingersite.com.
Alhasil, dengan ketiadaan biaya, batallah keinginan Saefuddin untuk mengenyam kursi perguruan tinggi. Dengan latar belakang pendidikannya selama SMA, ia beralih profesi sebagai tenaga pengajar dan berangkat ke Lombok.
Namun, pekerjaan itu tak bertahan lama. Hanya dalam hitungan bulan, Saefuddin kembali ke kampung halamannya, Kediri. Walaupun dirinya juga menyadari, tak banyak hal yang dapat ia lakukan di tempat kelahirannya itu.
“Dari situ, berawal ajakan teman. Saya nekat merantau ke Samarinda. Mencoba mencari peruntungan,” ujarnya.
Pertama Kali ke Samarinda, Sempat Jadi Montir di Bengkel
Sesampainya di Samarinda, Kaltim, jalan yang harus dilalui Saefuddin pun tidak serta merta mudah. Untuk mempertahankan hidup di Kota Tepian, ia mulai bekerja serabutan. Termasuk menjadi montir di sebuah bengkel.
Melalui pekerjaan itu, ia bertemu seorang kontraktor dan memulai pekerjaan sebagai tukang pipa. Yang menandai perubahan pola pikir dan tapak tilasnya ke depan.
Namun, meskipun pekerjaan Saefuddin terbilang serabutan, gairah belajar tak pernah padam. Ia mulai meningkatkan kapasitas diri, dengan kursus komputer.
“Bahkan pernah, saya belajar dengan keadaan ada tanah yang mengering di siku. Karena pekerjaan saya menggali pipa. Setelah bekerja, saya harus buru-buru pulang dan mandi. Walau sudah mandi, ternyata masih ada tanah yang tertinggal,” kenangnya sambil tertawa.
Atas pekerjaannya sebagai tukang pipa, Saefuddin mengungkapkan, banyak pengalaman yang dirinya peroleh. Hingga akhirnya mendapatkan kepercayaan untuk menduduki sebuah jabatan di perusahaan enginering di Balikpapan.
Namun demikian, perjalanan hidup tak akan lengkap tanpa asam garam yang mengikutinya. Sebab, tanggung jawab yang Saefuddin emban tak terbilang mudah.
Mengisi jabatan sebagai Site Inspector Konsultan Perencanaan dan Pengawas, ia minim pengalaman. Hanya tekad dan rasa tanggung jawab untuk tak mengecewakan kepercayaan orang yang menguatkannya.
“Semalaman suntuk saya mempelajari pekerjaan itu. Waktu itu saya rasanya ingin menangis. Karena orang yang sebelumnya menjabat, tidak sempat memberikan pengarahan,” ujarnya.
Di sisi lain, Saefuddin mengungkapkan, ia selalu beruntung bertemu orang-orang baik yang selalu membantunya hingga seperti sekarang. Di dalam dunia pekerjaan maupun kehidupan sehari-harinya.
Hingga akhirnya, ia kembali ke Samarinda, bersama istri yang telah ia nikahi di Balikpapan. Merupakan kekasih yang telah dirinya kenal pada masa masih menjadi tukang pipa, di Kota Tepian, sebutan Samarinda. (bersambung)
Penulis: Devi Nila Sari
Editor: Redaksi bisque-mole-706934.hostingersite.com
koq tidak disebutkan nama istri Wakil walikota Saefuddin Zuhri ?