
Jakarta, bisque-mole-706934.hostingersite.com – Wacana penghapusan pasal yang melarang prajurit TNI terlibat dalam kegiatan bisnis dalam Undang-Undang TNI kembali mencuat dan menuai beragam tanggapan. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menanggapi dengan pandangan yang lebih fleksibel, sementara kritik dari berbagai pihak terus berdatangan.
Pendapat KSAD Maruli Simanjuntak
KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak menyatakan bahwa larangan prajurit berbisnis sebenarnya untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan militer dalam kegiatan bisnis. Namun, Maruli melihat bahwa jika bisnis dilakukan tanpa menyalahgunakan kekuatan, maka tidak ada masalah. “Kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Kalau dia belinya benar, tidak menggunakan kekuatan, ya berbisnis ya bisnis,” ujar Maruli di Mabes TNI AD, Jakarta.
Maruli menambahkan bahwa di era saat ini, prajurit sudah tidak lagi menggunakan kekuatan dalam bisnis mereka dan justru takut pada kontrol media. “Sekarang tentara takut sama media kok. Takut sama TikTok ya kan? Ngeri itu tentara sudah dilatih tembak-tembakan juga sama TikTok takut sekarang ini. Itu kenyataan yang terjadi,” jelasnya.
Kritik Terhadap Wacana Penghapusan Larangan
Meski demikian, kritik terhadap usulan ini tidak dapat diabaikan. Anton Aliabbas, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina, menegaskan bahwa larangan berbisnis bagi prajurit aktif TNI penting untuk menjaga profesionalisme dan mencegah konflik kepentingan. “Negara tidak ingin menjadikan TNI sebagai tentara niaga. Tentara yang tadinya cuma fokus memikirkan negara tetapi juga ikut memikirkan bisnis,” ujar Anton.
Anton menjelaskan bahwa setelah Reformasi 1998, desakan untuk memisahkan TNI dari peran politik dan bisnis sejalan dengan prinsip negara demokrasi yang menjunjung supremasi sipil. “Larangan ini diterapkan agar TNI fokus dan profesional dalam menjalankan tugas sebagai alat pertahanan dan tidak sibuk mengurus bisnis,” tambahnya.
Perspektif Hukum dan Kebijakan
Dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU TNI yang digelar Kemenko Polhukam, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro menjelaskan bahwa Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menyurati Menko Polhukam Hadi Tjahjanto untuk membahas beberapa pasal dalam Revisi UU TNI, termasuk Pasal 39 huruf c yang melarang prajurit terlibat dalam kegiatan bisnis.
Kresno memberikan contoh bahwa jika pasal ini diterapkan secara ketat, maka prajurit yang membantu usaha warung istrinya bisa terkena hukuman. “Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman. Prajurit dilarang terlibat di dalam bisnis. Istri saya, saya kan pasti mau tidak mau terlibat. Wong aku nganter belanja dan sebagainya,” ujarnya.
Perdebatan mengenai penghapusan larangan berbisnis bagi prajurit TNI mencerminkan dilema antara menjaga profesionalisme militer dan memberikan fleksibilitas ekonomi bagi prajurit. Sementara KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak melihat peluang untuk berbisnis kecil-kecilan sebagai hal yang wajar, para pengamat seperti Anton Aliabbas mengingatkan pentingnya mencegah konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuatan. Keputusan akhir dalam revisi UU TNI ini tentu akan berdampak signifikan pada masa depan profesionalisme dan integritas TNI.(*)
Penulis: Ani
Editor: Ani