Bos Hotel Alexis, Alex Tirta, Menyewakan Rumah ke Ketua KPK Firli Bahuri: Klarifikasi dan Dugaan Gratifikasi

Akurasi, Nasional. Jakarta, 1 November 2023 – Pada Selasa, 31 Oktober 2023, Alex Tirta, pemilik Hotel Alexis dan Ketua Harian Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), memberikan klarifikasi terkait penggunaan rumah yang disewanya yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen (Purn) Firli Bahuri. Rumah tersebut terletak di Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan digunakan oleh Firli sebagai tempat tinggal dalam kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Alex Tirta mengonfirmasi bahwa dia menyewa rumah tersebut dari seseorang berinisial E, dan penyewaan rumah tersebut dilakukan sekitar tahun 2020. Namun, ia menegaskan bahwa rumah tersebut digunakan untuk kepentingan bisnisnya, bukan sebagai bentuk gratifikasi kepada Firli Bahuri. Selama pandemi COVID-19 yang melanda dunia dan pembatasan aktivitas di luar ruangan, rumah tersebut menjadi kosong dan tidak terpakai. Alex menyatakan bahwa rumah ini digunakan sebagai tempat akomodasi untuk tamu bisnis yang datang dari luar kota atau luar negeri.
Alex Tirta juga mengungkapkan bahwa ia pernah bertemu dengan Firli Bahuri pada sekitar tahun 2020. Firli membutuhkan tempat tinggal yang lebih dekat ke Jakarta karena rumah pribadinya di Bekasi dianggap terlalu jauh dari Jakarta. Maka dari pertemuan tersebut, Alex menyarankan Firli untuk melanjutkan penyewaan rumah tersebut tanpa mengubah nama penyewanya. Firli setuju dengan usul ini, dan mulai Februari 2021, ia menyewa rumah tersebut dan membayarnya sebesar Rp 650 juta per tahun kepada Alex Tirta. Alex Tirta menyatakan bahwa uang pembayaran tersebut langsung diteruskan kepada pemilik rumah, dan ia memiliki bukti kuitansi pembayaran yang terlampir.
Dalam klarifikasinya, Alex Tirta menegaskan bahwa tidak ada gratifikasi yang diberikan kepada Ketua KPK Firli Bahuri dalam bentuk apa pun. Ia merasa bahwa pemberitaan mengenai hal tersebut adalah tidak benar dan ingin menjelaskan bahwa penyewaan rumah tersebut adalah bagian dari bisnisnya.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap bahwa rumah yang digunakan sebagai “safe house” oleh Firli Bahuri pada Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan, ternyata disewa oleh Alex Tirta. Penyewaan rumah ini menjadi sorotan terkait dengan kasus pemerasan yang melibatkan Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menurut polisi, rumah ini disewa oleh Alex Tirta dan harganya mencapai Rp 650 juta per tahun.
Selain itu, rumah tersebut tercatat dimiliki oleh seseorang berinisial E. Namun, sang pemilik menyewakannya kepada Alex Tirta dengan biaya sewa mencapai ratusan juta per tahun. Kasus pemerasan yang melibatkan Firli Bahuri tengah menjadi perhatian publik, terutama setelah pemberitaan yang muncul tentang penyewaan rumah ini.
Dugaan Gratifikasi dalam Kasus Ini
Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan pandangan yang berbeda terkait dengan penyewaan rumah tersebut. Mereka menyebut bahwa penyewaan rumah seharga Rp 650 juta per tahun untuk Ketua KPK Firli Bahuri berpotensi menjadi gratifikasi, suap, dan pemerasan. Menurut ICW, penyelenggara negara dilarang menerima pemberian dalam bentuk uang, fasilitas, atau apa pun dari pihak lain yang berkaitan dengan jabatannya, seperti yang diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kurnia Ramadhana, seorang peneliti dari ICW, menyatakan bahwa pertanyaan penting untuk menggali potensi pengenaan pasal gratifikasi adalah apakah Firli Bahuri akan disewakan rumah tersebut jika bukan sebagai Ketua KPK. ICW menganggap bahwa jika ada kesepakatan antara pemberi sewa dan penerima sewa mengenai fasilitas rumah ini, maka penerimaan fasilitas tersebut bisa dianggap sebagai suap.
Kurnia mencontohkan bahwa fasilitas tersebut bisa diberikan dalam konteks perkara yang tengah bergulir di KPK, dan ini adalah hal yang harus diperiksa lebih lanjut. Jika ada kesepakatan yang melibatkan pemerasan, maka hal tersebut dapat mengakibatkan pelanggaran Pasal 12 huruf a atau huruf b UU Tipikor.
Selain itu, jika terdapat unsur pemaksaan atau pemerasan dari Firli Bahuri kepada pihak penyewa, yakni Alex Tirta, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai pemerasan dan akan menimbulkan dugaan pelanggaran Pasal 12 huruf e UU Tipikor.
Kurnia Ramadhana menekankan bahwa baik delik gratifikasi, suap, maupun pemerasan memiliki ancaman hukuman seumur hidup. Dia juga menyebutkan bahwa jika Firli Bahuri pada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan dugaan korupsi terkait fasilitas rumah ini terbukti, maka akan menjadi sejarah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini akan menjadi pertama kalinya dalam sejarah di mana seorang Ketua KPK melakukan korupsi dan dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Kasus Ini Berkaitan dengan Pemerasan Terhadap Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
Selain penyewaan rumah tersebut, kasus ini berkaitan dengan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli diduga memeras Syahrul terkait dengan perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Polda Metro Jaya telah memanggil Alex Tirta untuk memberikan klarifikasinya terkait penyewaan rumah ini. Penyelidikan kasus ini terus berlanjut, dan pengungkapan lebih lanjut dari penyidik masih diperlukan untuk menjelaskan peran semua pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus ini mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian publik karena keterlibatan seorang pejabat tinggi negara dalam dugaan pemerasan dan penyewaan rumah mewah. Pihak berwenang diharapkan untuk melakukan penyelidikan yang transparan dan tegas dalam menuntaskan kasus ini sehingga keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat dapat mempercayai lembaga penegak hukum.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya menjaga integritas dan menjauhi praktek-praktek yang dapat mengarah pada tindakan korupsi atau pelanggaran hukum lainnya. Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya.(*)
Editor: Ani